Apa mimpiku ?
Apa mimpiku?
Pertanyaan yang selalu berputar diotakku. Pernah aku bermimpi memiliki segudang
mainan, itu ketika aku berumur masih sangat kecil. Aku pengen kamarku penuh
dengan boneka barbie. Mulukkah? Tidak, itu wajar bagi seorang anak kecil yang
belum mengerti apapun tentang kehidupan yang sebenarnya. Sekarang aku kuliah,
sudah semester tua. Tujuanku kuliah untuk mewujudkan mimpi atau hanya mencari
gelar. Karena aku benar-benar tidak menikmati segala prosesnya. Terpaksa?
Mungkin. Aku tidak bisa sebebas dulu. Bisa ke mana pun. Melakukan apapun.
Sekarang penuh dengan batasan. Mungkin karena efek ‘disesatkan’ oleh seorang
yang dulu kuanggap penting. Sudah. Ini terlanjur.
“Mon, gimana tugasmu?”
“Jangan tanya soal tugas plis. Aku
sama sekali belum menyentuhnya. Otakku terlalu lelah.” Aku memang tipe pemikir,
tapi jarang kulakukan. Ya, itu kesalahanku. Kulihat teman-teman sebayaku sudah
berpenampilan lebih dewasa sesuai dengan usia mereka. Menjaga penampilan mereka
seanggun mungkin dan menunjukkan mereka sudah berkuliah. Sedangkan aku? Hanya
berkaos oblong diselimuti jaket, sepatu sport, celana jins, dan sebuah tas
ransel. Sama sekali tak ada sisi wanita. Oke, aku malas berdandan karena itu
amat sangat RIBET.
Aku suka duduk di bagian tengah,
tidak di belakang, tidak di depan. Dan aku berusaha buat fokus ke depan, tapi
pikiranku melayang-layang.
“Aku ngantuk nih. Laper lagi.
Nanti ke kantin, yok.” Tanpa ragu aku mengiyakan ajakan temanku itu. Kami suka
pergi makan bareng. Nggak hanya berdua. Aku berpikir, suasana di kantin itu
lebih enak daripada di kelas. Dan kalau disuruh memilih, aku lebih suka di
rumah daripada harus di kampus. Aku memang anak yang lebih suka menghabiskan
waktu berjam-jam di depan laptop. Entah itu mendengarkan lagu, iseng, atau main
game.
Saat di kantin, aku mengaduk-aduk
nasi berkuah yang ku pesan tadi, sedangkan gelas es teh ku hanya tinggal
setengah, maklum cuaca hari ini sangat panas. Aku lebih mati kelaparan daripada
mati kehausan. Aku makan dengan amat malas, padahal nasi masih banyak.
“Mon, kamu kenapa, he? Kok akhir-akhir
ini sering murung?” tanya Panda, nama yang unik memang, tapi itu benar-benar
namanya. Dia salah satu sahabat yang setia menemaniku di kantin. Ya, kami suka
jajan.
“Ha? Aku nggak papa. Cuma agak
suntuk sama semuanya. Monoton. Kangen ama kehidupanku sebelum ini.”
“Ada apa dengan kehidupanmu dulu?”
Aku membenarkan posisi dudukku untuk lebih tegak.
“Huft, dulu ... Ya berbeda dari
sekarang. Aku bisa melakukan apa yang mau. Aku bisa menumpahkan seluruh
bakatku. Sekarang, sama sekali nggak ada waktu untuk itu semua.”
“Hobi maksudmu?”
“Ya, begitulah. Aku dulu sangat
mencintai basket, musik, dan ... menulis.” Aku tertunduk. Aku benar-benar rindu
saat aku menulis. Sewaktu SD aku sudah membuat karyaku. Hanya bermodal buku
bercorak mickey mouse kecil, aku menulis sebuah cerita. Aku masih ingat betul. Tapi
buku itu hilang entah kemana. Padahal itu hasil pertamaku. Ketika menginjak
SMP, aku membuat cerita sampai 7 buku tulis dan belum ada endingnya. Dan teman-temanku
sudah membacanya dan selalu menantikan update ceritanya. Masih sama topiknya,
cinta. Aku memang tergolong memiliki imajinasi yang terlalu banyak. Tapi susah
untuk meluapkan dalam bentuk tulisan. Saat SMA, kemampuan ku menulis cukup
membaik. Aku mengetahui bagaimana cara menulis yang benar. Sayangnya,
tulisan-tulisanku tersimpan di sebuah komputer dan komputer itu sekarang telah
rusak. Aku ingat, judul-judul karyaku diilhami dari judul lagu yang sedang
nge-hits dimasa itu.
Kemudian, aku memiliki teman
sebangku yang sama sepertiku. Memiliki imajinasi yang tinggi. Setelah membaca
buku Harry Potter, imaji kami berdua meluncur. Kami mempunyai pemikiran sama. Dan
kami membuat sebuah judul buku fiksi. Menulis secara bergantian, menyamakan
alur cerita, ahh ... Lamunanku pecah ketika si Panda menggoyangkan pundakku.
“Malah ngelamun. Yok masuk lagi. Udah
jamnya, nih.” Aku menghela nafas sangaaat panjaaang. Rasanya aku seperti
disuruh berjalan di tepi tebing yang curam. Oh, Tuhan, aku lelah. Kuliah yang
terakhir ini pun berlangsung sangat lama. Aku hanya memperhatikan dengan
tatapan mata kosong. Antara mengerti dan tidak. Aku lebih memilih bermain
handphone yang telah kubeli dengan uang tabunganku ini. Kubuka, ada satu pesan.
Sayang, aku kangen. Nanti pulang kuliah jam berapa? On ya :* ~
Aku tersenyum tipis. Dia yang
memanggilku sayang adalah pacarku yang baru. Setelah aku bisa melupakan
kenangan pahit dulu. Dia yang menyembuhkan. Masih berondong, tapi dia lebih
bisa bersikap. Aku yang selalu bersikap seperti anak kecil.
Aku juga kangen sayang. Sebentar lagi pulang. Sebenernya aku malah
pengen bolos. Haha :p. Lagi apa cinta? ~
Hapeku bergetar lagi,
Ih, bandel to. Kuliah yang rajin. Cepat lulus. Cepat kita menikah :* ~
Aku sungguh bahagia. Kalian tau? Hanya
dia yang bisa menjadi semangat dalam hidupku. Entah kenapa, aku yakin kami
benar-benar jodoh. Pertemuan singkat dan terlihat konyol. Aku kembali lagi
berpikir. Aku kuliah untuk siapa, ya untuk membahagiakan orang yang
menyayangiku. Papa, mama, kakak, teman, dan dia. Aku ingin mewujudkan
mimpi-mimpiku. Kelak aku lulus, aku akan jadi orang sukses. Dengan atau tidak
bekerja pada bidang yang kutekuni sekarang. Kuikuti kemana angin membawaku. Entah
aku jadi pemusik, penulis, atau seorang arsitek. Ketiganya adalah mimpiku. Dan mimpi
terbesarku adalah untuk bersama dia yang jauh di sana, terpisah oleh laut,
berada di pulau berbeda.
Itulah mimpiku J
Nb : sedikit dibuat-buat, tapi
sebagian besar sama hahaha ^^
0 comments:
Post a Comment